LEADERSHIP UMMAT ISLAM
- Oleh
- Drs. H. Nur Alam, MA
- (Ketua Majelis DIKDASMEN YASMA PB. Soedirman)
Ada kaidah Fiqih yang berbunyi, “Tasharruful imam ‘alaa ra’iyyah manuthun bil mashlahah,” yang berarti, seorang pemimpin yang baik itu sangat ditentukan oleh seberapa besar rakyatnya disejahterakan. Realitanya hari ini, pemimpin kita lebih banyak meminta (taking), bukan memberi (giving). Lebih sering minta dilayani (to be served) ketimbang melayani (to serve).Hal itu seperti ucapan Jeremie Kubicek (2011), dalam bukunya yang kontroversial, “Leadership is Dead: How Influence is Riviving it” (Kepemimpinan telah mati: Bagaimana pengaruh yang merupakan inti kepemimpinan bisa dihidupkan kembali).
Apa penyebabnya? Minimal ada 2 hal, pertama, banyak pemimpin hari ini dalam berbagai bidang terlibat dengan pelanggaran moral, dan kedua, dunia saat ini tak mampu lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leaders) seperti masa-masa silam, yang siap menjadi pelayan (khaddam) bagi rakyatnya. Sementara Rasullah SAW, selalu memosisikan dirinya kapan dan di manapun sebagai Pelayan Ummat (Nahnu khadimuhum). Beliau sosok pemimpin yang paling berpengaruh sepanjang sejarah kehidupan manusia.
Hal ini diakui oleh Michael Hart, seorang penulis Barat, dalam bukunya “The 100, A Rangking of The Most Influential Persons in History”. Dengan sangat obyektif ia memosisikan Nabi Muhammad SAW., sebagai orang paling berpengaruh dalam sejarah. Bagaimana kepemimpinan (leadership) yang didambakan oleh ummat Islam saat ini? Dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah ayat 128, yang berbunyi:
لَقَدْ جَاۤءَكُمْ رَسُوْلٌ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ عَزِيْزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيْصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِيْنَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mu’min.”
Menurut ayat di atas, ada 3 kriteria pemimpin (imam) dambaan ummat Islam. Penjelasan selengkapnya berikut ini:
Pertama, memiliki Sense of Crisis (‘azizun ‘alaihi maa ‘anittum). Seorang pemimpin harus benar-benar merasakan penderitaan rakyatnya. Hal ini ditunjukkan oleh rasa kepekaannya terhadap krisis yang diderita rakyatnya. Bukan hanya kurang sandang, pangan dan papan, tapi juga rasa takut rakyat terhadap wabah covid-19. Di sini dibutuhkan seorang pemimpin yang peka dan peduli terhadap berbagai penderitaan rakyatnya.
Kedua, memiliki Sense of Safety (harishun ‘alaikum). Seorang pemimpin (imam) harus menjadi penyemangat untuk meraih berbagai kebaikan, ketenangan dan keselamatan bagi rakyatnya, bukan sebaliknya. Maka, rakyat harus dijamin hak-hak hidupnya dengan penuh kebaikan dan ketenangan menuju keselamatan lahir dan bathin.
Ketiga, memiliki Sense of Humanity (ra’ufun rahim), yaitu memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, di mana kasih dan sayang menjadi pangkal kebaikannya. Tanpa rasa kemanusiaan (kasih sayang), sulit dibayangkan seseorang pemimpin (imam) bisa berbuat baik. Kata Nabi, “Orang yang tak memiliki kasih sayang, tak bisa diharapkan kebaikan darinya.”
Simpulan
Pemimpin (Imam) yang memiliki 3 kriteria di atas, akan mampu memelihara kehidupan rakyatnya dari kerusakan (mafsadah) dan mengedepankan kebaikan . Kebaikan menurut As-Satibi ada 5, yaitu baik dalam memelihara harta (mal), akal (‘aqal), jiwa (nafs), keturunan (nasal) dan agama (din).
Hanya pemimpin (imam) amanah dan kuat yang mampu mewujudkan hal tersebut. Amanah berarti memiliki kejujuran, keikhlasan, ketaqwaan, istiqamah, aqidah, ibadah, syariah dan akhlaq yang shahihah. Kuat berarti memiliki kekuatan ilmu, teknologi, etos kerja, ekonomi, pemikiran, sosial, politik, budaya dan peradaban.
Inilah ibrah terpenting dalam merefleksi event Maulid Rasul SAW. tahun 1442 H. ini.
Wallahu A’lam bish Shawwab
———————————————-
Kranggan Permai,
11 Rabi’ul Awwal 1442 H. / 28 Oktober 2020 M.